Jumat, 20 Juli 2012

Ilmu Negara


Makalah Ilmu Negara


BAB I

PENDAHULUAN
   A.     Latar Belakang
 Memenuhi tugas makalah Ilmu Negara yang diberikan Bapak Dr. Asram , S.H. M.H.

   B.      Rumusan Masalah

Sebelum mempelajari Ilmu Negara lebih lanjut, kita harus memahami pokok kajian Ilmu Negara yaitu Negara yang menjadi objek dari ilmu tersebut. Agar lebih memahami kajian mengenai Negara perlu kita ketahui terlebih dahulu Apa yang disebut dengan Negara, sifat hakikat Negara, dan fase-fase terjadinya Negara. Dalam kajian tentang negara tidak pernah lepas dari pendapat para sarjana terdahulu.

   C.      Tujuan
Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Negara, sifat  hakikat Negara, dan fase-fase terjadinya Negara.
   D.     Manfaat

-          Mengetahui defenisi Negara secara etimologi
-          Mengetahui defenisi Negara menurut para sarjana
-          Memahami sifat hakikat Negara
-          Memahami fase-fase terjadinya Negara


BAB II
PEMBAHASAN

   A.     Pengertian Negara
Istilah negara di terjemahkan dari kata-kata asing yaitu “steat” (bahasa Belanda dan Jerman). “state” (Bahasa Inggris). “Etat” (bahasa Perancis). Kata “Staat, State, etat itu diambil dari kata bahasa latin yaitu “status” atau statum” yang artinya keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifata yang tegak dan tetap. Kata “status” atau “statum” lazim diartikan sebagai “standing” atau “station” (kedudukan) yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia sebagaiman diartikan dalam istilah “Status Civitatis” atau “Status Republicae”.
Menurut sejarah pengertian Negara memang selalu berubah-ubah hal ini memang sejalan dengan perkembangan masyarakat saat itu. Beberapa pendapat para ahli hukum mengenai pengertian Negara yaitu:
1. Aristoteles
Merumuskan Negara dalam bukunya yang berjudul politica yang disebutnya sebagai Negara polis, yang pada saat itu masih dipahami dengan pengertian Negara dalam lingkup wilayah yang kecil. Dalam pengertiannya itu Negara disebut sebagai Negara hukum yang di dalamnya terdapat warga Negara yang ikut dalam permusyawaratan. Oleh karena itu keadilan merupakn syarat mutlak bagi terbentuknya Negara yang baik dan terwujudnya cita-cita seluruh warganya.
2. Agustinus
Agustinus merupakan seorang tokoh katolik. Ia membagi Negara dalam dua pengertian yaitu Civitas dei yang artinya Negara Tuhan dan Civitas terrene atau Civitas diaboli yang artinya Negara duniawi. Civitas Terrena ini ditolak agustinus dan yang dianggap baik adalah Civitas Dei atau nagara Tuhan.
3. Nicollo Machiavelli
Dalam bukunya II principle ia memandang bahwa dalam suatu Negara harus ada suatu kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin negara atau raja. Raja sebagai pemegang kekuasaan Negara tidak mungkin hanya mengandalkan satu kekuasaan saja jadi dengan kata lain raja mempunyai kekuasaan yang luas dan dapat menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya tersebut. Teori mendapat tentangan dari filsuf yang lain seperti Thomas Hobbes, John Locke, Rousseau. Mereka mengartikan Negara sebagai suatu badan/organisasihasil dari perjanjian masyarakat bersama. Menurut mereka manusia itu sudah membawa hak-hak asasinya seperti hak untuk hidup, hak milik serta hak kemeredekaan, tetapi yang menjadi masalah ialah tidak adanya yang menjamin perlindungan hak-hak tersebut yang selanjutnya menimbulkan perbenturan kepentingan berkaitan dengan hak-hak masyarakat tersebut.
4. Roger H. Soltau
Negara adalah sebagai alat agency atau wewenang/authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
5. Harold J. Lasky
Negara adalah merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memepunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok, yang merupakan bagian dari masyarakat itu
6. Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yan mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan secara fisik di suatu wilayah
   B.      Sifat Hakikat Negara (Das Wessen Des States)

Kalau kita ingin mengetahui tentang sifat dan hakikat suatu negara, maka dapat pula pertayaan dirumuskan apa sebenarnya negara itu. Hal ini jelas tergantung darimana kita meninjaunya.

Secara Historis, Pada zaman yunani Negara itu adalah “polis” yang berarti Negara kota dengan sifat yang khusus. Di abad pertengahan kita lihat bahwa Negara adalah suatu organisasi yang terbentuk. Di permulaan abad modern kita jumpai pandangan bahwa Negara adalah milik dinasti/imperium.

Secara historis akhirnya kita jumpai pula pandangan bahwa Negara itu sifat hakikatnya adalah suatu ikatan tertentu atau status tertentu, yaitu status bernegara sebagai lawan dari status belum bernegara.

Pada zaman modern kemudian kita lihat peninjauan-peninjauan dari segi sosiologis dan yuridis yang dalam batas-batas tertentu diterapkan di dalam Ilmu Negara khusus.

Pendapat para sarjana mengenai sifat hakikat Negara dalam peninjauan sosilogis.

a.      Pandangan Socrates

Semua manusia menginginkan kehidupan aman, tenteram, dan lepas dari gangguan yang memusnahkan harkat manusia. Kala itu, orang-orang yang mendambakan ketenteraman menuju bukit dan membangun benteng, serta mereka berkumpul disana menjadi kelompok. Kelompok inilah yang oleh Socrates dinamakan polis (suatu kota saja) . organisasi yang mengatur hubungan antara orang-orang yang ada dalam polis itu tidak hanya mempersoalkan organisasinya saja, tapi juga tentang kepribadian orang-orang yang disekitarnya. Socrates menganggap polis identik dengan masyarakat, dan masyarakat identik dengan Negara.

b.      Pandangan Plato

Plato adalah murid dari Socrates. Ia banyak menulis buku, diantaranya yang terpenting adalah “politeia” (Negara), “Politicos” (Ahli Negara), dan “Nomoi” (Undang-undang). Paham Plato mengenai Negara adalah keinginan kerjasama antara manusia untuk memenuhi kepentingan mereka. Kesatuan  mereka inilah kemudian disebut masyarakat, dan masyarakat itu adalah Negara. Terdapat persamaan antara sifat-sifat manusia dan sifat-sifat Negara.

c.       Pandangan Aris Toteles

Menurut Aris toteles Negara itu adalah gabungan keluarga sehingga menjadi kelompok yang besar. Kebahagiaan dalam Negara akan tercapai bila terciptanya kebahagiaan individu (perseorangan). Sebaliknya, bila manusia ingin bahagia, dia harus bernegara, karena manusia saling membutuhkan satu dengan yang lain dalam kepentingan hidupnya. Manusia tidak lepas dari kesatuannya. Kesatuan manusia itu adalah Negara. Negara menyelenggarakan kemakmuran warganya. Oleh karena itu, Negara sebagai alat agar kelompok manusia bertingkah laku mengikuti tata tertib yang baik dalam masyarakat. Dengan demikian Negara sekaligus merupakan organisasi kekuasaan.

d.      Pandangan Kranenburg dan Rudolf Smend

Yang dipersoalkan dalam peninjauan sosiologis ini adalah bagaimana kelompok manusia sebelum terjadinya Negara. Karena kelompok itu perlu diatur, maka dibentuklah organisasi sebagai alat untuk mengatur kelompok tersebut, yaitu organisasi Negara. Agar alat itu dapat bermamfaat, maka alat itu harus mempunyai kekuasaan/kewibawaan. Dengan demikian, maka muncul sifat hakikat Negara Dwang organisatie, Zwang ordnung dan Coercion instrument.

Jadi Negara dalam hal ini semata-mata sebagai alat yang dapat memaksakan manusia-manusia dalam kelompok itu tunduk pada kekuasaannya, agar berlaku tata tertib yang baik dalam masyarakat.

Yang memiliki kekuasaan/kewibawaan ini pertama-tama dilihat dalam masyarakat keluarga, maka seorang ayah muncul sebagai yang mempunyai kekuasaan itu. Kemudian  masyarakat itu menjadi makin besar yang disebut Negara, kekuasaan demikian masih tetap terbawa oleh pemimpin Negara itu (form the family to state). Perkembangan lebih lanjut, teryata bahwa tidak semua kelompok masyarakat terjadi dengan sendirinya seperti masyarakat keluarga itu, melainkan adapulakelompok masyarakat yang sengaja dibuat. Kelompok masyarakat itu sengaja dibuat, karena orang-orang yang berkelompok itu merasa dirinya senasib, sekeinginan, sekemauan dan setujuan. Untuk itu, Kranenburg mencoba mengadakan system pengelompokan manusia di dalam masyarakat berdasarkan dua ukuran, yaitu
-          Apakah pengelompokan itu ada disuatu tempat tertentu atau tidak;
-          Apakah kelompok itu teratur atau tidak.

Dari dua unsur tersebut, diperoleh empat macam kelompok masyarakat sebagai berikut: 
-          Kelompok yang ada di satu tempat tertentu dan teratur, contohnya, kelompok orang-orang dalam ruang kuliah, atau kelompok orang-orang yang menonton bioskop.
-          Kelompok yang ada disatu tempat tertentu, namun tidak teratur, misalnya, massa dalam demonstrasi liar.
-          Kelompok yang tidak setempat dan tidak teratur; misalnya, kelompok tukang jual kacang rebus, kelompok penjaja Koran.
-          Kelompok yang tidak setempat tetapi teratur; kelompok inilah yang disebut Negara oleh Kranenburg karena kelompok ini terbentuk bukan karena kesamaan tempat, melainkan  membentuk kelompok yang teratur.

Usaha mereka untuk mengadakan pengelompokan karena adanya rasa bersatu yang erat di samping mereka menghadapi bahaya bersama. Jadi yang penting menurut Kranenburg adalah pengelompokan itu terjadi atas dasar bahaya bersamaan tujuan kelompok itu adalah mengatur diri mereka sendiri dengan peraturan yang dibuat. Sebaliknya dari segi individu, timbul keinginan untuk menaati peraturan-peraturan yang dibuat (adanya ikatan keinginan). Ikatan keinginan itu lalu menjelma dalam ikatan kemauan bersama, yang terkenal dengan istilah willenverhaltnis, baru kemudian secara logis timbul suatu tujuan bersama.

Kesatuan akan tujuan bersama disebut teleologische einheit. Setelah adanya ikatan kemauan baru timbul soal penguasaan, yaitu persoalan siapa yang menguasai dan siapa yang dikuasai. Yang memegang kekuasaan adalah ikatan penguasa atau yang disebut dengan istilah Herrschaftsverhaltnis. Ikatan penguasa dilihat dari adanya kekuatan yang mengharuskan ditaatinya peraturan dalam Negara tersebut. Peninjauan sosiologis yang menimbulkan taraf demi taraf sampai timbulnya hubungan antara yang menguasai dan yang dikuasai inilah merupakan suatu peninjauan ilmiah yang sistematis.

Sebagai spesifikasi dari peninjauan sosiologis ini adalah peninjauan politis. Menurut Rudolf Smend, fungsi dari Negara yang terpenting ialah untuk integrasi (mempersatukan). Kerangka berfikir Rudolf Smend adalah Negara sebagai ikatan keinginan yang diusahakan agar selalu tetap (statis), dengan cara mengadakan faktor-faktor integrasi tersebut. Ikatan keinginan dikatakan sebagai faktor integrasi, karena jika ikatan keinginan itu lepas dari Negara, maka Negara menjadi tidak ada (lenyap) dan menimbulkan separatisme. Oleh karena Rudolf Smend mengatakan bahwa tugas Negara yang terpenting adalah integrasi, maka peninjauannya bersifat politis.

e.      Pandangan Heller dan Logemann

Berbeda dengan pendapat Kranenburg, Heller dan Logemann menyatakan, bahwa yang terlihat adalah bukan Negara sebagai suatu kesatuan bangsa, melainkan kewibawaan atau kekuasaan tertinggi ada pada siapa atau berlakunya untuk siapa.
Logemann mengatakan bahwa Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang kemudian disebut bangsa. Jadi, pertama-tama Negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan, dalam mana terkandung pengertian dapat memeksakan kehendaknya kepada semua orang yang diliputi oleh organisasi ini. Maka, Logemann berpendapat bahwa yang primer itu adalah organisasi kekuasaannya, yaitu Negara. sedangkan kelompok manusianya adalah sekunder.

Heller juga mengatakan bahwa teori Kranenburg itu tidak benar karena jika dalam Negara jajahan maka antara yang menguasai dengan yang dikuasai tidak meupakan satu kesatuan bangsa. Demikian pula, seperti di Commenwealth Inggris.

f.        Pandangan Openheimer dan Gumplowicks

Bertolak dari herrschaftsverhaltnis, mereks berpendapat bahwa suatu Negara itu ada karena penaklukan kelompok yang satu dengan yang lain. Jadi, sifat hakikat Negara adalah organisasi yang melaklukan kelompok-kelompok lain.

g.      Pandangan Leon Duguit

Sebagaimana pandangan-pandangan sebelumnya yang bertolak belakang dari herrschaftsverhaltnis, demikian pula Leon Duguit, namun dengan versi yang berbeda. Leon Duguit mengatakan, bahwa sifat hakikat Negara adalah organisasi dari orang-orang yang kuat untuk melaksanakan kehendaknya terhadap orang-orang yang lemah.

h.      Pandangan Harold J. Laski

Dengan adanya herrschaftsverhaltnis berarti adanya kekuasaan tertentu, yang biasanya disebut adanya suatu kedaulatan tertentu. Laski berpendapat, bahwa akibat perkembangan peradaban manusia, maka banyak kelompok masyarakat yang terbentuk karena kesadaran akan bahaya bersama. Kelompok-kelompok itu memiliki kedaulatannya sendiri dalam bidannya sendiri pula (misalnya perkumpulan/ organisasi mahasiswa, pemuda, sepakbola). Jika dibandingkan dengan Negara, maka organisasi Negara memiliki kedaulatan tertinggi (top organisatie).

Pandangan ini disebut pliralistis karena mengakui kedaulatan ditiap kelompok organisasi, atau istilah lainnya polyaarchisme. Harold J, Laski adalah salah seorang tokohnya. Kedaulatan dalam organisasi yang bukan Negara ini yang bukan Negara ini yang kemudian oleh serjana-serjana belanda disebut souverinitet in eigen kring atau subsidiariteits beginsel, misalnya gereja-gereja yang mempunyai kedaulatan sendiri.
Sifat hakikat Negara ditinjau dari segi yuridis, dalam peninjauan yuridis ini, ada tiga pokok persoalan dalam masyarakat yang perlu diketahui sebelumnya, yaitu; Rechts objek, Rechts subjek dan Rechts verhaltnis.
Akan tetapi secara sistematis pembicaraan di mulai dengan Rechts subjek, yaitu mengenai siapa yang menjadi sujek dalam hukum, artinya yang mempunyai hak dan kewajiban. Rechts subjek yang satu mengadakan hubungan hukum dengan Rechts subjek yang lain. Hubungan ini disebut Rechts objek.
a.      Negara sebagai Rechts Objek

Negara sebagai Rechts objek berarti Negara dipandang sebagai objek dari orang untuk bertindak. Teori ini dengan sendirinya memandang Negara sebagai alat dari manusia tertentu untuk melaksanakan kekuasaannya. Oleh karena itu, manusia tertentu itu mempunyai status lebih tinggi dari Negara sebagai objek tadi.

Teori-teori ini ini dijumpai dalam abad pertengahan, dimana panglima, raja, dan tuan-tuan tanah sebagai Rechts subjek, dan Negara hanyalah Rechts objek, yaitu alat untuk menguasai orang yang ada di atas tanah. Jadi, status Negara lebih rendah daripada orang-orang tertentu tersebut. Negara ini terjadi karena tuan tanah tidak dapat mengawasi tanahnya yang begitu luas sehingga diangkatlah panglima, dengan memberikan tanah sebagai hadiah.

Selain tuan tanah mempunyai hak atas tanah, dia mempunyai hak untuk memungut pajak terhadap orang yang berada diatas tanah tersebut, mempekerjakan orang yang tinggal disitu, dan menghukum orang-orang yang tidak patuh pada peraturan yang dibuatnya. Agar orang tersebut dapat tunduk pada kekuasaan tuan tanah dan panglima itu, lau dibentuklah Negara. Maka Negara sebagai alat dari tuan tanah dan panglima tersebut.

b.      Negara sebagai Rechts verhaltnis

Pandangan pertama mengenai Negara sebagai alat, sedangkan yang kedua ini mengenai Negara sebagai hasil perjanjian. Setelah ada perjanjian masyarakat, lalu timbul ikatan (verhaltnis) dan ikatan inilah yang dinamakan Negara itu.

Dalam setiap perjanjian, termasuk ajaran Rousseau mengenai pejanjian pembentuk Negara, terjadilah pertemuan pentingan. Pandangan dualism pada abad pertengahan mengatakan bahwa para petani, pedagang, tukang, dan lainnya selaku warga masyarakat yang tidak dapat menjamin keselamatannya, maka mereka memerlukan perlindungan dengan mengadakan kontrak dengan penguasa sebagai orang sekotanya. Dalam hal ini terdapat dua kepentingan yang berbeda, yang satu pihak menghendaki jaminan keselamatan, sedangkan pihak lain menghendaki uang (berupa pajak). Ini perjanjian yang timbale balik atau disebut verdrag.

Sisi lain dari teori Rousseau, dimana melihat rakyat mempunyai keinginan yang satu, kemudian bersama-sama berjanji membentuk Negara, atau biasa disebut gesamtakt (suatu tindak hukum  bersama).

Baik verdrag maupun gesamtakt, sama-sama membentuk verhaltnis. Maka, sifat hakikat Negara jika dipandang sebagai Rechts verhaltnis, Negara adalah perjanjian yang merupakan tampat pertemuan kepentingan. Meskipun demikian, kontruksi tentang sifat hakikat Negara berdasarkan verhaltnis ini ada dua macam, yaitu:
-          Pertemuan yang timbale balik (verdrag); dan
-          Pertemuan kepentingan yang sama (tidak timbal balik) atau gesamtakt.

c.       Negara sebagai Rechts subjek

Pandangan Negara sebagai Rechts subjek berarti Negara sebagai pembuat hukum. Oleh karena Negara merupakan organisasi kekuasaan, maka Negara juga dipandang sama dengan organisasi lainnya yang dipandang sebagai orang atau persoon atau subjek hukum  (Rechts persoon) sebagai Rechts persoon, Negara juga mempunyai hak dan kewajiban, termasuk hak untuk membuat hukum, dan kewajiban untuk melaksanakan hukum sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, sifat hakikat Negara jika di pandang dari sudut Rechts subjek, maka Negara adalah Rechts person.

   C.      Fase-fase terjadinya Negara

Dalam teori ini dkandung pengertian bahwa urutan pentahapan yang berkembang dari hal yang sangat sederhana dari terjadinya Negara sampai kepada lahirnya Negara modern. Untuk memahami terjadinya Negara banyak dasar-dasar ataupun teori-teori yang dikemukakan para ahli Negara dan hukum.
Proses terjadinya Negara secara primer
Proses terjadinya Negara dilihat secara primer (primaries staatswording) adalah teori yang membahas tentang terjadinya Negara yang tidak di hubungkan dengn Negara yang telah ada sebelumnya. Menurut teori ini perkembangan Negara secara primer melalui fase :
   a.  Fase genootschap (genossenschaft) pada fase ini merupakan perkelompokan dari orang–orang yang menggabungkan dirinya untuk kepentingan bersama, dan didasarkan pada persamaan mereka menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan kepemimpinan disini dipilih secara primus inter pares atau terkemuka diantara yang sama jadi yang penting pada masa ini adalah unsur bangsa.
  b.  Fase reich (kerajaan). Pada fase ini, kelompok orang–orang yang menggabungkan diri telah sadar akan hak milik atas tanah hingga muncullah tuan yang berkuasa atas tanah dan orang–orang yang menyewa tanah, sehingga timbul system feodalisme. Jadi, yang penting pada masa ini adalah unsur wilayah.
  c.   Fase staat (Negara). Pada faase ini masyarakat telah sadar dari tidak bernegara menjadi bernegara dan telah sadar bahwa mereka berada pada satu kelompok. Jadi, yang penting pada masa ini adalah bahwa unsur daripada Negara yaitu bangsa, wilayah dan pemerintah yang berdaulat telah terpenuhi.
d  d    Fase democratische natie, pada fase ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari pada fase staat, dimana democratische natie, ini terbentuk atas dasar kesadaran demokrasi nasional, kesadaran akan adanya kedaulatan di tangan rakyat.
   e.  Fase dictator, mengenai fase ini timbul 2 pendapat:
- menurut sarjana jerman: mereka berpendapat bahwa bentuk dictator ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari padademocratische natie
-        menurut sarjana lainnya: mereka berpendapat bahwa dictator ini bukanlah merupakan perkembangan lebih lanjut daripada democratic natie, tetapi merupakan variasi atau penyelewengan daripada democratische natie
Proses Terjadinya Negara Secara Sekunder
Secondaires staats wording adalah teori yang membahas tentang terjadinya Negara yang dihubungkan dengan negara–negara yang telah ada sebelumnya. Jadi, yang penting dalam pembahasan terjadinya Negara skunder ini adalah masalah pengakuan (erkening).
Pengakuan ini meliputi 3 macam:
 1. Pengakuan de fakto (sementara), pengakuan yang bersifat sementara terhadap muculnya atau terbentuknya suatu Negara baru, karena kenyataannya Negara baru itu ada namun apakan prosedurnya melalui hukum, hal ini masih dalam penelitian, hingga akibatnya pengakuan yang diberikan adalah bersifat sementara.
 2.  Pengakuan de jure, yaitu pengakuan yang seluas–luasnya dan bersifat tetap terhadap munculnya atau timbulnya atau terbentuknya suatu Negara, dikarenakan terbentuknya negara baru adalah berdasarkan yuridis atau berdasarkan hukum.
 3. Pengakuan atas pemerintahan de facto, pengakuan ini diciptakan oleh van huller. Pengakuan ini adalah suatu pengakuan hanya terhadap pemerintahan daripada suatu Negara jadi, yang diakui hanya terhadap pemerintahan sedangkan terhadap wilayahnya tidak diakui, sedangkan unsur–unsur adanya Negara adalah harus ada pemerintahan wilayah dan rakyat, jikalau hanya pemerintahan saja yang ada, maka bukanlah merupakan Negara karena tidak cukup unsur.


KESIMPULAN

Sejak kata “negara” diterima secara umum sebagai pengertian yang menunjukkan organisasi teritorial sesuatu bangsa yang memiliki kedaulatan. Negara pun mengalami berbagai pemahaman tentang hakikat dirinya. Negara merupakan integrasi dari kekuasaan Politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas samapi dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu dan golongan tau asosiasi maupun oleh negara sendiri.
Para sarjana mengungkapkan pendapat mereka mengenai sifat hakikat Negara. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat hakikat Negara merupakan pandangan hidup yang dianutnya.
Terjadinya Negara secara primer, membahas tentang terjadinya Negara yang tidak dihubungkan dengan Negara yang telah ada sebelumnya. Fase terjadinya Negara ada 3 tahapan, yaitu; fase genootschap, fase Reich (rijk), dan fase staat. Kemudian fase staat berkembang menjadi fase Democratiche Natie, dan selanjutnya fase ini berkembang menjadi fase diktatum (dictator), ada sarjana yang mengatakan bahwa fase dictator penyelewengan dari fase Democratche Natie.
Terjadinya Negara secara skunder, membahas tentang terjadinya Negara yang dihubungkan dengan Negara-negara yang telah ada sebelumnya, yaitu; Pengakuan de fakto (sementara), Pengakuan de jure, dan Pengakuan atas pemerintahan de facto.


DAFTAR BACAAN

Sumber dari buku
Kansil, C.S.T. Cristine S.T. Kansil, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), cet. I, Jakarta: PT Pertja,2001
Soehino, S.H., Ilmu Negara, cet. VI, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2004
Samidjo, S.H., Ilmu Negara, Bandung: Cv. Armico, 2002

Sumber Elektronik (internet)
http://legitimasi10.blogspot.com/2010/09/materi-teori-sifat-atau-hakikat-negara.html