Makalah Ilmu Negara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memenuhi
tugas makalah Ilmu Negara yang diberikan Bapak Dr. Asram , S.H. M.H.
B. Rumusan Masalah
Sebelum mempelajari Ilmu Negara lebih lanjut, kita
harus memahami pokok kajian Ilmu Negara yaitu Negara yang menjadi objek dari
ilmu tersebut. Agar lebih memahami kajian mengenai Negara perlu kita ketahui
terlebih dahulu Apa yang disebut dengan Negara, sifat hakikat Negara, dan
fase-fase terjadinya Negara. Dalam kajian tentang negara tidak pernah lepas
dari pendapat para sarjana terdahulu.
C. Tujuan
Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Negara,
sifat hakikat Negara, dan fase-fase terjadinya Negara.
D. Manfaat
-
Mengetahui
defenisi Negara secara etimologi
-
Mengetahui
defenisi Negara menurut para sarjana
-
Memahami
sifat hakikat Negara
-
Memahami
fase-fase terjadinya Negara
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Negara
Istilah negara di terjemahkan dari kata-kata asing
yaitu “steat” (bahasa Belanda dan Jerman). “state” (Bahasa Inggris). “Etat”
(bahasa Perancis). Kata “Staat, State, etat itu diambil dari kata bahasa latin
yaitu “status” atau statum” yang artinya keadaan yang tegak dan tetap atau
sesuatu yang memiliki sifata yang tegak dan tetap. Kata “status” atau “statum”
lazim diartikan sebagai “standing” atau “station” (kedudukan) yang dihubungkan
dengan kedudukan persekutuan hidup manusia sebagaiman diartikan dalam istilah
“Status Civitatis” atau “Status Republicae”.
Menurut sejarah pengertian Negara memang selalu
berubah-ubah hal ini memang sejalan dengan perkembangan masyarakat saat itu.
Beberapa pendapat para ahli hukum mengenai pengertian Negara yaitu:
1.
Aristoteles
Merumuskan Negara dalam bukunya yang berjudul politica
yang disebutnya sebagai Negara polis, yang pada saat itu masih dipahami dengan
pengertian Negara dalam lingkup wilayah yang kecil. Dalam pengertiannya itu
Negara disebut sebagai Negara hukum yang di dalamnya terdapat warga Negara yang
ikut dalam permusyawaratan. Oleh karena itu keadilan merupakn syarat mutlak
bagi terbentuknya Negara yang baik dan terwujudnya cita-cita seluruh warganya.
2. Agustinus
Agustinus merupakan seorang tokoh katolik. Ia membagi
Negara dalam dua pengertian yaitu Civitas dei yang artinya Negara Tuhan dan
Civitas terrene atau Civitas diaboli yang artinya Negara duniawi. Civitas
Terrena ini ditolak agustinus dan yang dianggap baik adalah Civitas Dei atau
nagara Tuhan.
3. Nicollo
Machiavelli
Dalam bukunya II principle ia memandang bahwa dalam
suatu Negara harus ada suatu kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin
negara atau raja. Raja sebagai pemegang kekuasaan Negara tidak mungkin hanya
mengandalkan satu kekuasaan saja jadi dengan kata lain raja mempunyai kekuasaan
yang luas dan dapat menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya tersebut.
Teori mendapat tentangan dari filsuf yang lain seperti Thomas Hobbes, John
Locke, Rousseau. Mereka mengartikan Negara sebagai suatu badan/organisasihasil
dari perjanjian masyarakat bersama. Menurut mereka manusia itu sudah membawa
hak-hak asasinya seperti hak untuk hidup, hak milik serta hak kemeredekaan,
tetapi yang menjadi masalah ialah tidak adanya yang menjamin perlindungan
hak-hak tersebut yang selanjutnya menimbulkan perbenturan kepentingan berkaitan
dengan hak-hak masyarakat tersebut.
4. Roger H.
Soltau
Negara adalah sebagai alat agency atau
wewenang/authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama
masyarakat.
5. Harold J.
Lasky
Negara
adalah merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memepunyai
wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada
individu atau kelompok, yang merupakan bagian dari masyarakat itu
6. Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yan mempunyai monopoli
dalam penggunaan kekerasan secara fisik di suatu wilayah
B. Sifat Hakikat Negara (Das Wessen Des
States)
Kalau kita ingin mengetahui tentang sifat dan hakikat
suatu negara, maka dapat pula pertayaan dirumuskan apa sebenarnya negara itu.
Hal ini jelas tergantung darimana kita meninjaunya.
Secara Historis, Pada zaman yunani Negara itu adalah
“polis” yang berarti Negara kota dengan sifat yang khusus. Di abad pertengahan
kita lihat bahwa Negara adalah suatu organisasi yang terbentuk. Di permulaan
abad modern kita jumpai pandangan bahwa Negara adalah milik dinasti/imperium.
Secara historis akhirnya kita jumpai pula pandangan
bahwa Negara itu sifat hakikatnya adalah suatu ikatan tertentu atau status
tertentu, yaitu status bernegara sebagai lawan dari status belum bernegara.
Pada zaman modern kemudian kita lihat
peninjauan-peninjauan dari segi sosiologis dan yuridis yang dalam batas-batas
tertentu diterapkan di dalam Ilmu Negara khusus.
Pendapat
para sarjana mengenai sifat hakikat Negara dalam peninjauan sosilogis.
a. Pandangan Socrates
Semua manusia menginginkan kehidupan aman, tenteram,
dan lepas dari gangguan yang memusnahkan harkat manusia. Kala itu, orang-orang yang
mendambakan ketenteraman menuju bukit dan membangun benteng, serta mereka
berkumpul disana menjadi kelompok. Kelompok inilah yang oleh Socrates dinamakan
polis (suatu kota saja) . organisasi yang mengatur hubungan antara orang-orang
yang ada dalam polis itu tidak hanya mempersoalkan organisasinya saja, tapi
juga tentang kepribadian orang-orang yang disekitarnya. Socrates menganggap
polis identik dengan masyarakat, dan masyarakat identik dengan Negara.
b. Pandangan Plato
Plato adalah murid dari Socrates. Ia banyak menulis
buku, diantaranya yang terpenting adalah “politeia” (Negara), “Politicos” (Ahli
Negara), dan “Nomoi” (Undang-undang). Paham Plato mengenai Negara adalah
keinginan kerjasama antara manusia untuk memenuhi kepentingan mereka.
Kesatuan mereka inilah kemudian disebut masyarakat, dan masyarakat itu
adalah Negara. Terdapat persamaan antara sifat-sifat manusia dan sifat-sifat
Negara.
c. Pandangan Aris Toteles
Menurut Aris toteles Negara itu adalah gabungan keluarga
sehingga menjadi kelompok yang besar. Kebahagiaan dalam Negara akan tercapai
bila terciptanya kebahagiaan individu (perseorangan). Sebaliknya, bila manusia
ingin bahagia, dia harus bernegara, karena manusia saling membutuhkan satu
dengan yang lain dalam kepentingan hidupnya. Manusia tidak lepas dari
kesatuannya. Kesatuan manusia itu adalah Negara. Negara menyelenggarakan
kemakmuran warganya. Oleh karena itu, Negara sebagai alat agar kelompok manusia
bertingkah laku mengikuti tata tertib yang baik dalam masyarakat. Dengan
demikian Negara sekaligus merupakan organisasi kekuasaan.
d. Pandangan Kranenburg dan Rudolf Smend
Yang dipersoalkan dalam peninjauan sosiologis ini
adalah bagaimana kelompok manusia sebelum terjadinya Negara. Karena kelompok
itu perlu diatur, maka dibentuklah organisasi sebagai alat untuk mengatur
kelompok tersebut, yaitu organisasi Negara. Agar alat itu dapat bermamfaat,
maka alat itu harus mempunyai kekuasaan/kewibawaan. Dengan demikian, maka
muncul sifat hakikat Negara Dwang organisatie, Zwang ordnung dan Coercion
instrument.
Jadi Negara dalam hal ini semata-mata sebagai alat
yang dapat memaksakan manusia-manusia dalam kelompok itu tunduk pada
kekuasaannya, agar berlaku tata tertib yang baik dalam masyarakat.
Yang memiliki kekuasaan/kewibawaan ini pertama-tama
dilihat dalam masyarakat keluarga, maka seorang ayah muncul sebagai yang
mempunyai kekuasaan itu. Kemudian masyarakat itu menjadi makin besar yang
disebut Negara, kekuasaan demikian masih tetap terbawa oleh pemimpin Negara itu
(form the family to state). Perkembangan lebih lanjut, teryata bahwa tidak
semua kelompok masyarakat terjadi dengan sendirinya seperti masyarakat keluarga
itu, melainkan adapulakelompok masyarakat yang sengaja dibuat. Kelompok
masyarakat itu sengaja dibuat, karena orang-orang yang berkelompok itu merasa
dirinya senasib, sekeinginan, sekemauan dan setujuan. Untuk itu, Kranenburg
mencoba mengadakan system pengelompokan manusia di dalam masyarakat berdasarkan
dua ukuran, yaitu
-
Apakah pengelompokan
itu ada disuatu tempat tertentu atau tidak;
-
Apakah
kelompok itu teratur atau tidak.
Dari dua
unsur tersebut, diperoleh empat macam kelompok masyarakat sebagai
berikut:
-
Kelompok
yang ada di satu tempat tertentu dan teratur, contohnya, kelompok orang-orang
dalam ruang kuliah, atau kelompok orang-orang yang menonton bioskop.
-
Kelompok
yang ada disatu tempat tertentu, namun tidak teratur, misalnya, massa dalam
demonstrasi liar.
-
Kelompok
yang tidak setempat dan tidak teratur; misalnya, kelompok tukang jual kacang
rebus, kelompok penjaja Koran.
-
Kelompok
yang tidak setempat tetapi teratur; kelompok inilah yang disebut Negara oleh
Kranenburg karena kelompok ini terbentuk bukan karena kesamaan tempat,
melainkan membentuk kelompok yang teratur.
Usaha mereka untuk mengadakan pengelompokan karena
adanya rasa bersatu yang erat di samping mereka menghadapi bahaya bersama. Jadi
yang penting menurut Kranenburg adalah pengelompokan itu terjadi atas dasar
bahaya bersamaan tujuan kelompok itu adalah mengatur diri mereka sendiri dengan
peraturan yang dibuat. Sebaliknya dari segi individu, timbul keinginan untuk
menaati peraturan-peraturan yang dibuat (adanya ikatan keinginan). Ikatan
keinginan itu lalu menjelma dalam ikatan kemauan bersama, yang terkenal dengan
istilah willenverhaltnis, baru kemudian secara logis timbul suatu tujuan
bersama.
Kesatuan akan tujuan bersama disebut teleologische
einheit. Setelah adanya ikatan kemauan baru timbul soal penguasaan, yaitu
persoalan siapa yang menguasai dan siapa yang dikuasai. Yang memegang kekuasaan
adalah ikatan penguasa atau yang disebut dengan istilah Herrschaftsverhaltnis.
Ikatan penguasa dilihat dari adanya kekuatan yang mengharuskan ditaatinya
peraturan dalam Negara tersebut. Peninjauan sosiologis yang menimbulkan taraf
demi taraf sampai timbulnya hubungan antara yang menguasai dan yang dikuasai
inilah merupakan suatu peninjauan ilmiah yang sistematis.
Sebagai spesifikasi dari peninjauan sosiologis ini
adalah peninjauan politis. Menurut Rudolf Smend, fungsi dari Negara yang
terpenting ialah untuk integrasi (mempersatukan). Kerangka berfikir Rudolf
Smend adalah Negara sebagai ikatan keinginan yang diusahakan agar selalu tetap
(statis), dengan cara mengadakan faktor-faktor integrasi tersebut. Ikatan
keinginan dikatakan sebagai faktor integrasi, karena jika ikatan keinginan itu
lepas dari Negara, maka Negara menjadi tidak ada (lenyap) dan menimbulkan
separatisme. Oleh karena Rudolf Smend mengatakan bahwa tugas Negara yang
terpenting adalah integrasi, maka peninjauannya bersifat politis.
e. Pandangan Heller dan Logemann
Berbeda dengan pendapat Kranenburg, Heller dan
Logemann menyatakan, bahwa yang terlihat adalah bukan Negara sebagai suatu
kesatuan bangsa, melainkan kewibawaan atau kekuasaan tertinggi ada pada siapa
atau berlakunya untuk siapa.
Logemann mengatakan bahwa Negara itu pada hakikatnya
adalah suatu organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok
manusia yang kemudian disebut bangsa. Jadi, pertama-tama Negara itu adalah
suatu organisasi kekuasaan, dalam mana terkandung pengertian dapat memeksakan
kehendaknya kepada semua orang yang diliputi oleh organisasi ini. Maka,
Logemann berpendapat bahwa yang primer itu adalah organisasi kekuasaannya,
yaitu Negara. sedangkan kelompok manusianya adalah sekunder.
Heller juga mengatakan bahwa teori Kranenburg itu
tidak benar karena jika dalam Negara jajahan maka antara yang menguasai dengan
yang dikuasai tidak meupakan satu kesatuan bangsa. Demikian pula, seperti di
Commenwealth Inggris.
f. Pandangan Openheimer dan Gumplowicks
Bertolak dari herrschaftsverhaltnis, mereks
berpendapat bahwa suatu Negara itu ada karena penaklukan kelompok yang satu
dengan yang lain. Jadi, sifat hakikat Negara adalah organisasi yang melaklukan
kelompok-kelompok lain.
g. Pandangan Leon Duguit
Sebagaimana pandangan-pandangan sebelumnya yang
bertolak belakang dari herrschaftsverhaltnis, demikian pula Leon Duguit, namun
dengan versi yang berbeda. Leon Duguit mengatakan, bahwa sifat hakikat Negara
adalah organisasi dari orang-orang yang kuat untuk melaksanakan kehendaknya
terhadap orang-orang yang lemah.
h. Pandangan Harold J. Laski
Dengan adanya herrschaftsverhaltnis berarti adanya
kekuasaan tertentu, yang biasanya disebut adanya suatu kedaulatan tertentu.
Laski berpendapat, bahwa akibat perkembangan peradaban manusia, maka banyak
kelompok masyarakat yang terbentuk karena kesadaran akan bahaya bersama. Kelompok-kelompok
itu memiliki kedaulatannya sendiri dalam bidannya sendiri pula (misalnya
perkumpulan/ organisasi mahasiswa, pemuda, sepakbola). Jika dibandingkan dengan
Negara, maka organisasi Negara memiliki kedaulatan tertinggi (top organisatie).
Pandangan ini disebut pliralistis karena mengakui
kedaulatan ditiap kelompok organisasi, atau istilah lainnya polyaarchisme.
Harold J, Laski adalah salah seorang tokohnya. Kedaulatan dalam organisasi yang
bukan Negara ini yang bukan Negara ini yang kemudian oleh serjana-serjana
belanda disebut souverinitet in eigen kring atau subsidiariteits beginsel,
misalnya gereja-gereja yang mempunyai kedaulatan sendiri.
Sifat hakikat Negara ditinjau dari segi yuridis, dalam
peninjauan yuridis ini, ada tiga pokok persoalan dalam masyarakat yang perlu
diketahui sebelumnya, yaitu; Rechts objek, Rechts subjek dan Rechts verhaltnis.
Akan tetapi secara sistematis pembicaraan di mulai
dengan Rechts subjek, yaitu mengenai siapa yang menjadi sujek dalam hukum,
artinya yang mempunyai hak dan kewajiban. Rechts subjek yang satu mengadakan
hubungan hukum dengan Rechts subjek yang lain. Hubungan ini disebut Rechts
objek.
a. Negara sebagai Rechts Objek
Negara sebagai Rechts objek berarti Negara dipandang
sebagai objek dari orang untuk bertindak. Teori ini dengan sendirinya memandang
Negara sebagai alat dari manusia tertentu untuk melaksanakan kekuasaannya. Oleh
karena itu, manusia tertentu itu mempunyai status lebih tinggi dari Negara
sebagai objek tadi.
Teori-teori ini ini dijumpai dalam abad pertengahan,
dimana panglima, raja, dan tuan-tuan tanah sebagai Rechts subjek, dan Negara
hanyalah Rechts objek, yaitu alat untuk menguasai orang yang ada di atas tanah.
Jadi, status Negara lebih rendah daripada orang-orang tertentu tersebut. Negara
ini terjadi karena tuan tanah tidak dapat mengawasi tanahnya yang begitu luas
sehingga diangkatlah panglima, dengan memberikan tanah sebagai hadiah.
Selain tuan tanah mempunyai hak atas tanah, dia
mempunyai hak untuk memungut pajak terhadap orang yang berada diatas tanah
tersebut, mempekerjakan orang yang tinggal disitu, dan menghukum orang-orang
yang tidak patuh pada peraturan yang dibuatnya. Agar orang tersebut dapat tunduk
pada kekuasaan tuan tanah dan panglima itu, lau dibentuklah Negara. Maka Negara
sebagai alat dari tuan tanah dan panglima tersebut.
b. Negara sebagai Rechts verhaltnis
Pandangan pertama mengenai Negara sebagai alat,
sedangkan yang kedua ini mengenai Negara sebagai hasil perjanjian. Setelah ada
perjanjian masyarakat, lalu timbul ikatan (verhaltnis) dan ikatan inilah yang
dinamakan Negara itu.
Dalam setiap perjanjian, termasuk ajaran Rousseau
mengenai pejanjian pembentuk Negara, terjadilah pertemuan pentingan. Pandangan
dualism pada abad pertengahan mengatakan bahwa para petani, pedagang, tukang,
dan lainnya selaku warga masyarakat yang tidak dapat menjamin keselamatannya,
maka mereka memerlukan perlindungan dengan mengadakan kontrak dengan penguasa
sebagai orang sekotanya. Dalam hal ini terdapat dua kepentingan yang berbeda,
yang satu pihak menghendaki jaminan keselamatan, sedangkan pihak lain
menghendaki uang (berupa pajak). Ini perjanjian yang timbale balik atau disebut
verdrag.
Sisi lain dari teori Rousseau, dimana melihat rakyat
mempunyai keinginan yang satu, kemudian bersama-sama berjanji membentuk Negara,
atau biasa disebut gesamtakt (suatu tindak hukum bersama).
Baik verdrag maupun gesamtakt, sama-sama membentuk
verhaltnis. Maka, sifat hakikat Negara jika dipandang sebagai Rechts
verhaltnis, Negara adalah perjanjian yang merupakan tampat pertemuan
kepentingan. Meskipun demikian, kontruksi tentang sifat hakikat Negara
berdasarkan verhaltnis ini ada dua macam, yaitu:
-
Pertemuan yang
timbale balik (verdrag); dan
-
Pertemuan
kepentingan yang sama (tidak timbal balik) atau gesamtakt.
c. Negara sebagai Rechts subjek
Pandangan Negara sebagai Rechts subjek berarti Negara
sebagai pembuat hukum. Oleh karena Negara merupakan organisasi kekuasaan, maka
Negara juga dipandang sama dengan organisasi lainnya yang dipandang sebagai
orang atau persoon atau subjek hukum (Rechts persoon) sebagai Rechts
persoon, Negara juga mempunyai hak dan kewajiban, termasuk hak untuk membuat hukum,
dan kewajiban untuk melaksanakan hukum sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,
sifat hakikat Negara jika di pandang dari sudut Rechts subjek, maka Negara
adalah Rechts person.
C. Fase-fase terjadinya Negara
Dalam teori ini dkandung pengertian bahwa urutan
pentahapan yang berkembang dari hal yang sangat sederhana dari terjadinya
Negara sampai kepada lahirnya Negara modern. Untuk memahami terjadinya Negara
banyak dasar-dasar ataupun teori-teori yang dikemukakan para ahli Negara dan
hukum.
Proses terjadinya
Negara secara primer
Proses terjadinya Negara dilihat secara primer
(primaries staatswording) adalah teori yang membahas tentang terjadinya Negara
yang tidak di hubungkan dengn Negara yang telah ada sebelumnya. Menurut teori
ini perkembangan Negara secara primer melalui fase :
a. Fase genootschap (genossenschaft) pada fase
ini merupakan perkelompokan dari orang–orang yang menggabungkan dirinya untuk
kepentingan bersama, dan didasarkan pada persamaan mereka menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan yang sama dan kepemimpinan disini dipilih secara primus
inter pares atau terkemuka diantara yang sama jadi yang penting pada masa ini
adalah unsur bangsa.
b. Fase reich (kerajaan). Pada fase ini,
kelompok orang–orang yang menggabungkan diri telah sadar akan hak milik atas
tanah hingga muncullah tuan yang berkuasa atas tanah dan orang–orang yang
menyewa tanah, sehingga timbul system feodalisme. Jadi, yang penting pada masa
ini adalah unsur wilayah.
c. Fase staat (Negara). Pada faase ini
masyarakat telah sadar dari tidak bernegara menjadi bernegara dan telah sadar
bahwa mereka berada pada satu kelompok. Jadi, yang penting pada masa ini adalah
bahwa unsur daripada Negara yaitu bangsa, wilayah dan pemerintah yang berdaulat
telah terpenuhi.
d d Fase democratische natie, pada
fase ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari pada fase staat, dimana
democratische natie, ini terbentuk atas dasar kesadaran demokrasi nasional,
kesadaran akan adanya kedaulatan di tangan rakyat.
e. Fase dictator, mengenai fase ini timbul 2
pendapat:
- menurut sarjana jerman: mereka berpendapat bahwa
bentuk dictator ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari padademocratische
natie
- menurut
sarjana lainnya: mereka berpendapat bahwa dictator ini bukanlah merupakan
perkembangan lebih lanjut daripada democratic natie, tetapi merupakan variasi
atau penyelewengan daripada democratische natie
Proses
Terjadinya Negara Secara Sekunder
Secondaires staats wording adalah teori yang membahas
tentang terjadinya Negara yang dihubungkan dengan negara–negara yang telah ada
sebelumnya. Jadi, yang penting dalam pembahasan terjadinya Negara skunder ini
adalah masalah pengakuan (erkening).
Pengakuan ini meliputi 3 macam:
1. Pengakuan de fakto (sementara), pengakuan yang
bersifat sementara terhadap muculnya atau terbentuknya suatu Negara baru,
karena kenyataannya Negara baru itu ada namun apakan prosedurnya melalui hukum,
hal ini masih dalam penelitian, hingga akibatnya pengakuan yang diberikan
adalah bersifat sementara.
2. Pengakuan de jure, yaitu pengakuan yang
seluas–luasnya dan bersifat tetap terhadap munculnya atau timbulnya atau
terbentuknya suatu Negara, dikarenakan terbentuknya negara baru adalah
berdasarkan yuridis atau berdasarkan hukum.
3. Pengakuan atas pemerintahan de facto, pengakuan ini
diciptakan oleh van huller. Pengakuan ini adalah suatu pengakuan hanya terhadap
pemerintahan daripada suatu Negara jadi, yang diakui hanya terhadap
pemerintahan sedangkan terhadap wilayahnya tidak diakui, sedangkan unsur–unsur
adanya Negara adalah harus ada pemerintahan wilayah dan rakyat, jikalau hanya
pemerintahan saja yang ada, maka bukanlah merupakan Negara karena tidak cukup
unsur.
KESIMPULAN
Sejak kata “negara” diterima secara umum sebagai
pengertian yang menunjukkan organisasi teritorial sesuatu bangsa yang memiliki
kedaulatan. Negara pun mengalami berbagai pemahaman tentang hakikat dirinya.
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan Politik, negara adalah organisasi
pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan masyarakat dan menertibkan
gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang dalam
sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua
golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari
kehidupan bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas samapi
dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh
individu dan golongan tau asosiasi maupun oleh negara sendiri.
Para sarjana mengungkapkan pendapat mereka mengenai
sifat hakikat Negara. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat hakikat Negara
merupakan pandangan hidup yang dianutnya.
Terjadinya Negara secara primer, membahas tentang terjadinya
Negara yang tidak dihubungkan dengan Negara yang telah ada sebelumnya. Fase
terjadinya Negara ada 3 tahapan, yaitu; fase genootschap, fase Reich (rijk),
dan fase staat. Kemudian fase staat berkembang menjadi fase Democratiche Natie,
dan selanjutnya fase ini berkembang menjadi fase diktatum (dictator), ada
sarjana yang mengatakan bahwa fase dictator penyelewengan dari fase Democratche
Natie.
Terjadinya Negara secara skunder, membahas tentang
terjadinya Negara yang dihubungkan dengan Negara-negara yang telah ada
sebelumnya, yaitu; Pengakuan de fakto (sementara), Pengakuan de jure, dan
Pengakuan atas pemerintahan de facto.
DAFTAR BACAAN
Sumber dari
buku
Kansil,
C.S.T. Cristine S.T. Kansil, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), cet. I, Jakarta:
PT Pertja,2001
Soehino,
S.H., Ilmu Negara, cet. VI, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2004
Samidjo,
S.H., Ilmu Negara, Bandung: Cv. Armico, 2002
Sumber
Elektronik (internet)
http://legitimasi10.blogspot.com/2010/09/materi-teori-sifat-atau-hakikat-negara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar